Ketika Petai & Jengkol 'Bertasbih'
Sesampainya di mesjid, ternyata bagian dalamnya sudah terisi penuh. Dengan agak memaksa, saya pun masuk dan duduk di bagian dekat pintu (sampai saat itu, belum terjadi apa-apa). Setelah adzan berkumandang, beberapa jamaah melaksanakan shalat sunnah Qabla Jumat. Otomatis shaf-shaf depan yang masih kosong mulai terisi oleh jamaah dari bagian belakang karena kebanyakan dari mereka melaksanakan shalat sunnah tersebut. Karena ingin mendapat tempat, saya pun ikut maju ke shaf depan. Cuaca yang terik tentu membuat suasana di dalam mesjid menjadi panas. Namun semilir angin dari pintu sebelah kiri dan kanan masjid sedikit menyejukkan, mengurangi kegerahan.
Setelah para jamaah selesai menunaikan shalat, seperti biasa khatib mulai membaca khutbahnya. Semilir angin yang semula menyejukkan mulai berubah aroma. Yup, bau jengkol atau petai (saya juga nggak tahu persis), yang jelas bau banget, menyeruak di sekitar shaf tempat saya duduk. Perlahan-lahan, saya menengok kanan kiri dan ke belakang mencari-cari sumber 'aroma terapi' itu. Lalu, dengan suara agak ngebass, beliau mengamini doa yang dibacakan oleh khatib. Serempak, semilir aroma itu kembali muncul. Akhirnya saya tahu siapa dalangnya. Sekali lagi saya tengok beliau, ternyata seorang guru madrasah ibtidaiyah di kampung saya. Sambil sesekali menahan nafas, saya mencoba menutup hidung menggunakan bagian kerah baju. Dalam hati, "Alhamdulliah, sumber aroma ada di belakang shaf saya, apa jadinya kalau dia duduk di sampingnya. Duduk di depannya aja baunya ampun-ampunan deh "
Adzan kedua lalu dikumandangkan (ritual Shalat Jumat di tempat saya melaksanakan dua kali adzan). Kembali, beberapa orang maju ke shaf depan karena beberapa barisan memang belum rapat. And what was happened? That's right, He moved forward and sat behind me.hahaha...Kali ini aroma itu betul-betul tercium sangat tajam.
Imam pun memulai Shalat Jumat dengan lantunan takbiratul ihram, diikuti para ma'mum. Dalam melaksanakan shalat, beberapa bacaannya sengaja disuarakan seperti mengucap lafadz "Allahu Akbar", Tahiyyat, Bacaan saat Sujud dll. Nah, saat-saat bacaan tadi diucapkan, aroma petai/jengkol ikut tersangkut pada indera penciuman saya. Ya Allah, gusti, I couldn't get concentration, nggak bisa (mencoba) khusuk ini mah. Apalagi saat sujud, beuhhh, yang ada cuma uab alias bau. Mau pindah shaf juga nggak mungkin, shaf depan sudah terisi penuh. dan shalat sudah dimulai. Satu yang saya lakukan, Tarik Nafas dalam-dalam, lalu tahan pada saat moment-moment tertentu.
Pengalaman saya di atas merupakan bukti nyata, mengapa sebagian ulama memakruhkan memakan makanan yang memiliki aroma menyengat seperti bawang merah, bawang putih, petai (peuteuy in Sundanese) dan jengkol. Jadi, memakan jengkol atau petai itu boleh-boleh saja, halal, namun kurang disukai. jengkol dan petai memang tidak tercantum dalam Al-Quran maupun alhadits, namun karena mempunyai kesamaan sifat dengan bawang merah dan bawah putih (tercatat dalam beberapa hadits), maka hukumnya dipersamakan. Hadits riwayat Muslim menerangkannya sbb :
“dari Abi Sa’id al Khurdry ketika penaklukan Khaibar, nabi Muhammad saw bersabda : siapa yang memakan dari pohon yang bau ini (bawang merah dan bawang putih) maka janganlah mendekati masjid. Orang-orang pun langsung bercerita-cerita tentang sabda nabi ini, mereka mengatakan : diharamkan, diharamkan. Hingga sampailah isu ini ke rasulullah saw, maka beliau bersabda : wahai umat manusia, sesungguhnya saya tidak mengharamkan apa yang telah Allah halalkan, akan tetapi pohon ini, aku tidak suka baunya.” (H.R Muslim)
Jika ingin memakannya, sebaiknya makanan-makanan tersebut diolah terlebih dahulu agar bau yang ditimbulkan setelah memakannya hilang atau berkurang. Hadits dari Umar bin Khatab menerangkan bahwa:
Ia berkhutbah pada hari Jum’at kemudian berkata dalam khutbahnya: “Kemudian kalian, wahai manusia memakan dua pohon yang aku tidak melihat keduanya kecuali busuk : bawang merah dan bawang putih. Sungguh aku melihat Rosululloh shallallahu ‘alaihi wa sallam apabila mendapati bau busuk kedua pohon tersebut dari seseorang dari seseorang di dalam masjid maka beliau memerintahkan agar orang tersebut dikeluarkan ke baqi’, karena itu barangsiapa memakan kedua pohon tersebut hendaklah dia menghilangkan (bau) kedua pohon tersebut dengan memasaknya (diriwayatkan oleh Muslim, Nasai, dan Ibnu Majah dan hadits ini dishohihkan Al Albani dalam shohih targhib wa tarhib 1/205).
Apabila melihat hadits di atas, maka orang yang memakan jengkol/petai/bawang-bawangan dan menimbulkan bau tidak diperbolehkan shalat berjamaah di mesjid karena akan mengganggu jamaah lain. Sebuah hadits menerangkan bahwa :
“Orang yang memakan bawang putih atau bawang merah hendaknya jangan mendekati kami dan rumah ibadah kami “. (H.R. Imam Muslim)
Namun apabila selesai memakan makanan berbau menyengat tersebut kita menggosok gigi, memakai obat kumur atau penghilang bau sehingga efek baunya hilang, maka kita diperbolehkan memasuki mesjid (merujuk pada hadits Umar Bin Khattab R.A.). Lagi pula, zaman modern saat ini, sudah nggak susah untuk menghilangkan bau setelah memakan jengkol atau petai. Bisa dengan menggosok gigi, memakan permen mint atau kukur-kumur dengan List*r*n #bukan iklan.
Walaupun jengkol/petai memiliki manfaat dan khasiat tersendiri,namun perlu diingat jangan sampai memakannya pada situasi dan kondisi tertentu, seperti sesaat sebelum shalat Jumat., pergi ke warung, ngambil raport anak atau ke pengajian Hal ini sangat berisiko mengganggu pihak lain (saya contohnyanya), kecuali kita membersihkan sisa-sisa bau-bauan tersebut sebelum mengikuti aktivitas-aktivitas tadi.
*Wallahu A'lam Bisshawab*
Sumber : http://my.opera.com/ERROESYADIE/blog/show.dml/14862522, http://ayyeshakn.multiply.com/reviews?&=&page_start=160
Posting Komentar untuk "Ketika Petai & Jengkol 'Bertasbih'"
Terima kasih sudah berkunjung